A.
Defenisi Inteligensi
Istilah inteligensi berasal dari kata latin “intelligere”
yang berarti hubungan atau menyatukan satu sama lain. Dalam bahasa Arab,
inteligensi disebut dengan “ad-dzaka” yang berarti pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan.
Berikut ini beberapa defenisi tentang intelligensi yang dikemukakan oleh para
ahli:
1.
William
Stera, menyatakan bahwa inteligensi adalah
daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat
berpikir menurut tujuannya.
2.
Edward
L. Thorndike mengatakan
bahwa inteligensi ditunjukka dengan individu untuk memberikan respon yang tepat
atas dasar kebenaran atau fakta.
3.
Terman
mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir
abstrak.
4.
L.J
Cronbach dalam bukunya yang berjudul Essential
of Psychological Testing, mendefisikan intelligensi sebagai efektivitas
menyeluruh dalam aktivitas yang diarahkan oleh pikiran.
5.
Freeman
memandang inteligensi sebagai kapasitas untuk memadukan pengalaman
dan menghadapi situasi baru dengan pengertian yang tepat dan respon adaptf,
kapasitas untuk belajar, kapasitas untuk melaksanakan tugas-tugas psikologi
secara intelektual, kapasitas untuk berpikir abstrak.
6.
Strenberg
mendefinisikan inteligensi sebagai tiga dimensi, yaitu: kapasitas
untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan untuk berpikir dan logika dalam bentuk
abstrak, kapabilitas untuk memecahkan masalah.
7.
Murphy
and David Shofer menyatakan
bahwa inteligensi mengacu pada adanya perbedaan individual dalam mengerjakan
tugas-tugas yang berkaitan dengan
manipulasi, menampilkan kembali ingatan, evaluasi, maupun pemrosesan informasi.
8.
Anastasi
menyatakan bahwa inteligensi adalah kombinasi dari kemampuan yang
dipersyaratkan untuk bertahan hidup dan meningkatkan diri dalam budaya
tertentu.
9.
J.P
Chaplin mendefinisikan inteligensi sebagai:
kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diriterhadap situasi baru secara cepat
dan efektif, kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, kemampuan
memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.
Berdasarkan defenisi-defenisi yang dikemukakan oleh para ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan potensi umum untuk
belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah.
B.
Pengukuran Inteligensi
Bagi masyarakat umum, istilah IQ sering kali disamakan dengan
inteligensi, padahal keduanya berbeda. Intelligensi adalah kemampuan umum
sesungguhnya yang dimiliki seseorang, akan tetapi IQ adalah suatu tingkat indeks relative
inteligensi seseorang, setelah dibandingkan dengan orang lain yang seusia
dengannya. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan untuk mengukur atau mengetahui
tingkat inteligensi seseorang adalah sebagai berikut:
IQ |
Tafsiran |
140- |
Berbakat |
120 – 140 |
Sangat superior |
110 – 120 |
Superior |
90 – 110 |
Normal,rata-rata |
70 – 90 |
Normal yang tumpul |
50 – 70 |
Moron |
20 – 50 |
Imbesil |
0 – 20 |
Idiot |
Menurut Anastasi dan
Urbina, tes IQ hendaknya dipandang sebagai konsep deskriptif bukan eksplanatif.
Tes IQ banyak bentuknya. Beberapa tes menggunakan tipe item tunggal, contohnya
Peabody Picture Vocabulary (untuk anak-anak) dan Raven Progressive Matrices
(tes nonverbal yang membutuhkan penalaran induktif mengenai pola perseptual).
Tes intelligensi umum ini dapat menghasilkan skor untuk bagian-bagian maupun
untuk total.
Tes inteligensi tidak
ada langsung seperti sekarang ini, akan tetapi mengalami proses perkembangan
yang cukup panjang. Menurut Surybrata, perkembangan tes inteligensi melewati
empat fase, yaitu: Fase pertama, yaitu fase persiapan adalah fase dimana para
ahli sedang berusaha mendapat tes inteligensi itu. Fase ini berlangsung
kira-kira sampai tahun 1915. Fase kedua, yaitu fase naïf adalah fase dimana
orang menggunakan tes inteligensi tanpa kritik. Fase ini berlangsung dari
kira-kira tahun 1915 sampai 1935. Fase ketiga, yaitu fase mencari tes yang
berbeda dari pengaruh kebudayan. Fase ini berlangsung sejak tahun 1935 hinga
1950. Fase keempat, yaitu fase kritis adalah afse dimana orang menggunakan tes
inteligensi dengan sikap kritis.
Menurut Surybrata, di
antar kelemahan-kelemahan tes inteligensi itu adalah bahwa tes inteligensi itu:
1.
Tergantung
kepada kebudayaan.
2.
Hanya
cocok untuk jenis tingkah laku tertentu.
3.
Hanya
cocok untuk tipe kepribadian tertentu.
4.
Inteligensi
seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor keturunan.
5.
Inteligensi
seseorang itu tidak konstan.
6.
Penggolongen
inteligensi seseorang itu bukanlah harga mati,
7.
Mengandung
kekeliruan-kekeliuran.
Karena kelemahan-kelemahannya itu, maka menurut Muhibbin Syah,
kebenaran hasil tes IQ tidak usah dipercayai secara penuh karena dua alasan
pokok. Pertama kemungkinan hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi pada saat tes dilakukan. Kedua, karena kemampuan anak yang
berbeda-beda menyebabkan sebagian anak mungkin belum mampu untuk menyelesaikan
tes yang diberikan sehingga hasil yang dicapai tidak memuaskan.
C.
Teori Inteligensi
Ada banyaka teori tentang inteligensi yang sikemukakan oleh
para ahli, beberapa diantaranya adalah:
1.
Teori General Inteligence dari Spearman
Inteligensi adalah kemampuan umum yang terutama berkaitan dengan
induksi hubungan atau saling hubungan.
2.
Teori Intelligence dari Cattell
Raymand B. Cattell meyarankan teori yang banyak memengaruhi teori
struktur inteligensi. Ada dua macam unsur kecerdasan umum, yaitu inteligensi
yang fluid dan yang Kristal.
3.
Teori Structure of intellect dari Guilford
Berbeda dengan Spearman yang memusatkan perhatian pada faktor,
Guilford lebih memusatkan perhatian pada faktor yang spesifik, seperti ingatan,
pemahaman verbal, atau kemahiran bekerja menggunakan angka-angka.
4.
Teori Multiple Intelligence dari Gardner
Menurut Gardner, inteligensi manusia memiliki sepuluh dimensi,
yaitu:
a.
Linguistic
intelligence
b.
Logical-mathematicalintelligence
c.
Musical
intelligence
d.
Spatial
intelligence
e.
Bodily-kinesthetic
intelligence
f.
Interpersonal
intelligence
g.
Intrapersonal
intelligence
h.
Naturalis
intelligence
i.
Spiritual
intelligence
j.
Existensial
intelligence
5.
Triarchic Theory of intelligence dari Sternberg
Teori ini terbagi dari tiga bagian yaitu: komponen-komponen pemrosesan, komponen-komponen konstektual, komponen-komponen pengalaman. Bagian paling mendasar dari teori ini adalah komponen-komponen pemrosesan yang dipergunakan individu untuk memecahkan masalah, yaitu komponen pemerolehan pengetahuan, komponen kinerja, dan metakomponen.
No comments:
Post a Comment