A.
Psikologi sebagai ilmu
Sebagai sebuah ilmu, psikologi
berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan menggunakan pendekatan ilmiah, yaitu
pendekatan yang didasarkan pada hasil penelitian ilmiahyang dilakukan secara
sistematis, berdasarkan atas data emperis dan dapat diuji kebenarannya.
Disamping itu, sebagaimana halnya ilmu-ilmu lain,psikologi memiliki:
1.
Objek
tertentu;
2.
Metode
pendekatan atau penelitian tertentu;
3.
Sistematika
yang teratur;
4.
Riwayat
atau sejarah tertentu;
Objek yang merupakan ciri utama sebuah ilmu, karena objek itulah
yang menunjukkan pokok penelitiandan pembahasan dalam bidang ilmu itu. Tanpa
adanya objek makan tidak akan ada kejelasanbidang cakupan dan
pertanggungjawaban keilmuannya. Objek sebuah ilmu ada dua macam objek, yaitu objek
material dan objek formal. Objek material meliputi fakta-fakta, gejala-gejala,
atau pokok yang nyata dipelajari atau diselidiki oleh suatu ilmu. Objek formal
sebuah ilmu tercermin dari defenisi atau batasan dari ilmu yang bersangkutan.
Metode penyelidikan atau metode penelitian yang digunakan dalam
sebuah ilmu akan menunjukkan ilmiah atau tidaknya ilmu tersebut.
Sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objek
juga merupakan ciri penting dari sebauh ilmu. Sistematika yang teratur akan memberikan
gambaran tentang pendekatan yang digunakan tersebut lebih mudah dipahami.
Riwayat atau sejarah tertentu dari sebuah ilmu merupakan cerminan
perkembanga yang dialami oleh ilmu tersebut.perkembangan sebuah ilmu dari masa
kemasa akan memberikan gambaran tentang proses terbentuknya ilmu dan kemajuan
yang akan dicapainya.
B.
Sejarah perkembangan psikologi
Psikologi berkembang diawali dalam bidang filsafat yang dikenal
sebagai induk dari berbagai ilmu. Psikologi juga banyak diminati oleh para ahli
di bidang kedokteran. Kelompok inilah yang berjasa menjadikan psikologi sebagai
ilmu yang berdiri sendiri. Dalam dunia Islam terjadi upaya pengembangan
psikologi berdasarkan pendekatan Islam berdasarkan khazanah keilmuannya.
1.
Psikologi dengan Pendekatan Filsafat
Lebih
dari 400 tahun sebelum Masehi para filsuf telah memulai memikirkan
tentang
aspek-aspek psikis pada manusia dan belum disebut sebagai Psikologi. Dengan
hanya menggunakan metode yang tersedia saat itu, yaitu analisis logis. Dua
filsuf Yunani Kuno yang sudah mempelajari psikologi adalah Plato dan
Aristoteles.
Plato ( 427-347
S.M ) memandang aspek psikis manusia yang disebut sebagai jiwa bersifat
immaterial, karena sebelum masuk kedalam tubuh manusia sudah ada terlebih
dahulu dalam alam para sensoris. Selain itu, menurut Plato pada manusia
terdapat tiga aspek, yaitu berpikir ( logisticon ) terletak pada otak,
kehendak (thumeticon ) terletak pada dada, keinginan ( abdomen ) terletak di perut. Ketiga aspek
ini disebut thricotomi yang
mendasari sema akrivitas kejiwaan dan perilaku manusia.
Aristoteles (333-384 S.M) adalah murid Plato. Menururt Aristoteles, jiwa adalah
jumlah dari daya hidup dengan proses-prosesnya, yaitu keseluruhan prinsip vital
dari suatu organisme, dimana ada hidup disitu ada jiwa. Fungsi jiwa ini ada dua
yaitu : kemampuan untuk mengenal dan kemampuan untuk berkehendak yang disebut
sebagai Dichotomi. Aristoteles mengemukakan (dalam Dirgagunarsa,1983)
mengemukakan tingkatan-tingkatan perilaku sebagai berikut :
a)
Tumbuhan
yang memperlihatkan perilaku vegetatif, yaitu: bernafas, makan, dan tumbuh.
b)
Hewan,
yang selain memperlihatkan perilaku vegetative juga menampakkan perilaku
sensitive, yaitu merasakan melalui panca indra.
c)
Manusia,
yang berprilaku vegetative, sensitive, dan juga rasional, yaitu menggunakan
akal atau pikiran.
2.
Psikologi dengan Pendekatan Ilmiah
Pemisahan psikologi dari filsafat diawali oleh Wilhelm Wundt (1832-1920)
dalam penelitian psikologi fisiologis yang mulai dilakukan nya pada tahun 1874.
Wundt adalah seorang dokter tapi ia tertarik pada psikologi. Menurut
dirgagunarsa (1983) sebelum Wundt telah ada dua orang ahli yang memelopori
timbulnya psikolgi, yaitu, Gustav Theodore Fechner (1807-1887) dan Herman
Ludwig Ferdinand von Helmholtz (1821-1894). Namun keduanya tidak disebut
sebagai pediri psikologi karena eksperimen-eksperimen mereka tidak dilakukan
dalam laboratorium khusus seperti halnya Wundt.
Wundt membedakan psikologi dalam dua lapangan yaitu, individual
psychologie (psikologi individual) dan Volker psychologie (psikologi
massa). Selain itu Wundt berpendapat bahwa objek utama dalam psikologi adalah
kesadaran. Pengalaman kesadarran ini menurut Wundt terbagi atas dua bagian,
yaitu pengindraan (sensation) dan perasaan (feeling). Wundt
adalah seorang tokoh psikologi yang beraliran Strukturalisme. Aliran ini
yang mendominasi pandangan psikologi di jerman ini berpendapat bahwa untuk
mempelajari gejala-gejala psikis harus mempelajari isi dan struktur psikis
seseorang. Tokoh strukturalisme lainnya adalah Edward Bradford Titchener (1867-1927)
ia adalah orang inggris yang menjadi murid Wundt dan mewakili pandangan
psokologis Jerman (Wundt) di Amerika Serikat.
Pada tahun 1980-an, pendekatamn strukturalisme dari wundt ditolak
oleh William James dan John Dewey. Mereka membentuk aliran Fungsionalisme
yang kemudia mendominasi pandangan psikologi di Amerika Serikat. Aliran ini
banyak mempelajari tentang fungsi gejala-gejala psikis, dan metode yang banyak
dipakai adalah observasi perilaku. Pada masa itu, dimensi yang dipelajari mencakup:
1)
Penelitian
tentang anak
2)
Penelitian
tentang perbedaan individual dan pengujiannta
3)
Penelitian
tentang teori belajar.
Selain kedua aliran tersebut, aliran lain yang besar pengaruhnya
pada masa itu adalah Psikoanalisis. Berbeda dengan aliran lainnya, alirang
yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini lebih banyak meneliti tentang
gejala ketidaksadaran pada psikis seseorang. Menurut Freud, kehidupan manusia
dikuasai oleh alam ketidaksadaran yang terletak jauh didalam psikisnya.
Pada awal abad kedua puluh, psikologi dihadapkan dengan masalah
pendefenisian misi, lingkup studi, dan metodologi penelitiannya. Strukturalisme
dan fungsionalisme saling bersaing memperkuat posisi masing-masing, namun
keduanya akhirnya tergantikan oleh perspektif lainnya, yaitu psikologi Gestalt
dan Behaviour. Aliran Psikologi Gestalt muncul di jerman, hampir
bersamaan masanya dengan aliran Behaviourisme di Amerika Serikat. Aliran ini
dipelopori oleh Cristian von Ehrenfels yang mengadakan
percobaan-percobaan di bidang music, namun pendirinya adalah Max Wertheimer.
Aliran Behaviourisme timbul di Amerika Serikat sebagai
aliran yang menentang Strukturalisme di Jerman dan Fungsionalisme di Amerika
Serikat. Peletak dasar aliran ini adalah John Broadus Watson. Pada tahun
1975, muncul aliran Psikologi Kognitif. Aliran ini menggunakan metafora
teoritis guna menginterpretasi istilah-istilah psikologi commonsense seperti,
pikiran, bahasa, pengetahuan, pengertian, imagery, motif dan bahkan
kesadaran dan emosi sehingga istilah-istilah tersebut dapat digunakan secara
ilmiah. Menurut Byrnes, aliran ini sebenarnya sudah mulai berpengaruh sekitar
pertengahan tahun 1970-an pada saat mana aliran behaviourisme mengalami
kemashuran.
Dengan banyaknya jumlah aliran yang ada, juga ditambah dengan
munculnya cabang-cabang baru, saat ini psikologi sudah mengalami perkembangan
yang semakin pesat. Di bidang psikologi pendidikan sendiri, paradigm belajar
yang sebelumnya didasarkan pada pendekatan Behaviourisme dan Kognitif, sekarang
sudah muncul paradigm baru yaitu, Kontruktivisme, dimana proses belajar
bukan lagi di pandang sekedar proses memahami pelajaran atau ilmu pengetahuan
yang diberikan, tetapi lebih merupakan proses mengkontruksi pengetahuan
berdasarkan pengalaman.
3.
Psikolongi dengan Pendekatan Islam
Seperti halnya psikologi pada umumnya, perkembangan psikologi
dengan pendekatan islam juga berawal dari pemikiran para tokoh filsafat islam.
Tokoh-tokoh filsafat islam yang pernah mempelajari dan membahas tentang
psikologi adalah Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Majah, Suhrawardi Al-Magful, dan
Nasir Al-Din Tusi. Menurut Al-Kindi, jiwa tidak tersusun, mempunyai arti
penting, dan berbeda denga tubuh. Pendapat Al-Kindi tersebut lebih dekat dengan
pemikiran Plato, namun ia menolak pandangan Plato bahwa jiwa berasal dari alam
ide. Jiwa bagi Al-Kindi mempunyai tiga daya,yaitu daya nafsu, daya amarah, dan
daya piker.
Ibnu Majah berdasarkan
pandangan psikologinya pada fisika ia menganggap jiw sebagai pernyataan pertama
dalam tubuh alamiah yang teratur, yang bersifat nutritive, sensitive, dan
imajinatif.
Suhrawardi Al-Magful
berpendapat bahwa jiwa manusia yang memancarkan jiwa penarangan tidak dapat
dipandang sudah ada sebelum keberadaan fisiknya yang berupa benda padat yang
gelap. Hubungan antara jiw dan tubuh manusia bukanlah hubungan sebab akibat,
tetapi adalah hubungan cinta.
Nasir Al-Din mengemukakan
asumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang dapat terbukti dengan
sendirinya. Jiwa merupakan substansi yang sederhana dan immaterial yang dapat
merasa. Ia mengontrol tubuh melalui otot-otot dan alat perasa, tetapi tidak
dapat dirasakan melalui alat-alat tubuh.
Selain keempat orang tersebut, tokoh filsafat islam lain yang juga
banyak membahas tentang psikologi adalah Al Ghazali dan Ibnu Arabi. Ibnu
Arabi mengemukakan tiga unsur yang terdapat pada diri manusia, yaitu tubuh,
jiwa(soul), dan ruh (spirit). Tubuh digambarkan sebagai bentuk
material yang punya ruang dan waktu serta mudah hancur dan berubah. Jiwa
digambarkan sebagai prinsip vital kehidupan hewan didalam diri manusia. Ruh
sebagai prinsip rasional yang bertujuan tunggal untuk mencari pengetahuan
sejati.
Pada tahun 1950-an Muhammad Ustman Najati membicarakan
kembali wacana psikologi dengan pendekatan islma melalui ceramah-ceramah beliau
tentang Al-Quran dan Ilmu Jiwa di sekolah tinggi keguruan Kairo. Pada tahun
1967, Najati juga memberikan ceramah dengan topic yang sama pada pecan
kebudayaan di Madrasah Tsanawitah Syuwaikh di Kuwait.
Selain Najati, tokoh islam lainnya
yang banyak mengangkat wacana pendekatan islam adalah Malik M.Badri.
Meski sudah lama dipelajari, namun wacana psikologi dengan pendekatan islam
baru mulai menjadi perbincangan public berskala internasional semenjak tahun
1978. Pada tahun tersebut, dilaksanakan International Simposium on
Psychology and Islam di universitas Riyadl. Setahun setelah itu 1979, di
Inggris terbit sebuah buku kecil yang sangat monumental dikalangan psikolog
muslim, yaitu The Dilemma of Muslim Psychologists yang ditulis oleh
Malik M. Badri.
Di Indonesia sendiri, momentumnya
dimulai pada tahun 1994 dengan penerbitan sebuah buku yang berjudul Psikologi
Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi oleh Djamaluddin Ancok
dan Fuad Nasori Suroso yang bersamaan dengan berlangsungnya Simposium Nasional
Islami I di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Berdasarkan isi buku-buku tersebut,
terdapat dua paradigm psikologi dengan pendekatan islam di Indonesia, yaitu:
1)
Paradigm
Psikologi Islami yang di hadirkan oleh penulis-penulis yang berlatar belakang
pendidikan psikologi umum yang berkeinginan menjadikan psikologi islami sebagai
salah satu mazhab dalam pelataran psikolgi modern.
2)
Paradigm
Psikologi Islam yang dikemukakan oleh penulis-penulis yang berlatar belakang
pendidikan islam yang berkeingina menjadikan psikologi islam sebagai salah satu
pembentukan suatu peradaban baru umat islam yang didasarkan pada nilai-nilai
ketuhanan.
No comments:
Post a Comment